Kisah hidup Santa Caroline harus menjadi inspirasi dalam kehidupan pelayanan umat Katolik. Caroline Gerhardinger merupakan sosok yang dapat memberikan contoh dalam pengabdiannya di bidang pendidikan. Lahir pada 1797 pada masa pergolakan di Bavaria, Santa Caroline telah dinobatkan sebagai guru bersertifikat di sekolah khusus perempuan di Stadtamhof, Regensburg.
Caroline merupakan pendidik berbakat dan antusias dalam membesarkan hati anak-anak didiknya. Tak heran, ia mendapat tempat spesial di hati murid-muridnya. Di bawah bimbingan rohani Uskup George Michael Wittmann (1760-1833), Caroline akhirnya menyadari bahwa ia mendapat panggilan Tuhan untuk mendirikan komunitas religius dalam memenuhi kebutuhan zaman melalui pendidikan.
Ia pun mendirikan Sekolah Suster Notre Dame, dengan misi mendidik perempuan dan anak-anak. Dengan sumpah religiusnya dia mengambil nama Theresa dalam Sakramen Mahakudus pada 16 November 1835 dimana ia dikenal dengan nama Theresa of Jesus.
Misi mendirikan sekolah suster Notre Dame ini bukannya tanpa tantangan. Namun ia dan para suster dapat melaluinya dengan baik hingga akhirnya aturan dan konstitusi School Sisters of Notre Dame akhirnya disetujui oleh Paus Pius IX pada 1865.
Caroline membawa ordo ke Amerika Serikat, di mana ordo itu berkembang pesat. Pembangunan sekolah dapat dibangun di tujuh kota dalam waktu satu tahun. Pada saat kematiannya pada tahun 1879, Ordo Beato Caroline berjumlah lebih dari 2500 biarawati yang mengajar di sekolah dasar, panti asuhan, serta merintis pengembangan beberapa Taman Kanak-kanak tempat dimana anak-anak belajar mengenal hidup dan persahabatan. Theresa kemudian terus memimpin kongregasi sebagai pemimpin umumnya, hingga ia meninggal pada 9 Mei 1879 di Munich.
Caroline dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1985. Beatifikasi merupakan tahap ketiga dari empat tahapan proses di mana gereja Katolik menyatakan bahwa individu mendapatkan penghormatan karena teladan dalam kehidupan mereka, terutama yang terkait dengan tindakan heroik.
Tentu, tahapan ini melalui studi intensif tentang kehidupan, tulisan, dan kebajikan dari individu tersebut. Caroline sendiri sudah membuktikannya, dimana ia memang bukan seorang martir karena iman tetapi ia merupakan perantara Tuhan dalam pelayanannya di bidang pendidikan.