Kisah hidup Ki Hajar Dewantara tidak banyak diketahui anak muda zaman sekarang, meskipun mungkin mereka sering mendengar nama beliau saat pidato hari Pendidikan Nasional. Hari Pendidikan Nasional yang selalu diperingati tanggal 2 Mei ini merupakan hari ulang tahun dari Ki Hajar Dewantara yang lahir di tahun 1889. Untuk Hari Pendidikan Nasional sendiri ditetapkan pada 28 November 1959.
Kisah hidup Ki Hajar Dewantara sangat luar biasa, dimana beliau memang merupakan seseorang yang lahir dari kalangan ningrat. Terlahir dengan nama dari orang tua yaitu Raden Mas Soewardi Soeryaningrat, beliau merupakan sosok yang cerdas sejak menempuh pendidikan di tingkat dasar yaitu ELS, yang merupakan sekolah dasar di zaman Belanda.
Ia memilih Sekolah Dokter Bumiputera atau STOVIA, namun karena ia menderita sakit, maka ia pun berhenti kuliah. Tetapi, sakit yang dideritanya tidak menghentikannya sebagai pekerja keras. Di masa penjajahan Belanda, ia adalah aktivis pergerakan nasional, sekaligus jurnalis di surat kabar terkemuka seperti Midden Java, Sedyotomo, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, Poesara dan De Express serta beberapa terbitan pagi lainnya.
Tahun 1912 menjadi peringatan penting akan kiprah Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan Indonesia bersama dengan Ernest Douwes Dekker, dan Cipto Mangunkusumo. Mereka bertiga mendirikan Indische Partij, 25 Desember 1912. Ia tetap menulis tentang kritikan akan sistem pendidikan di masa kolonial Belanda, dimana ia berujar bahwa pendidikan saat itu hanya diperuntukkan bagi keluarga kolonial Belanda serta mereka yang merupakan kalangan ningrat.
Dari tulisan-tulisan tersebut, kisah hidup Ki Hajar Dewantara menjadi tragis. Ia dan semua anggota Indische Partij atau Tiga Serangkai kemudian dibuang ke Belanda di tahun 1913. Namun, keberadaannya di Belanda justru membawa hikmah, karena kata “Indonesia” akhirnya justru dikenal melalui kantor berita yang ia dirikan di Den Haag, yaitu Indonesische Persbureau.
Kepulangannya ke tanah air di tahun 1919 membuatnya bertekad untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pendidikan bagus. Karena itulah, ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang saat ini masih ada, yakni Taman Siswa. Taman Siswa pertama didirikan di Yogyakarta dengan filosofi “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani”. Ungkapan tersebut artinya “Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”.
Kisah hidup ki Hajar Dewantara berakhir pada 28 April 1959, di Yogyakarta saat beliau wafat. Maski belau sudah tiada, namun semangat untuk pendidiakan bagi seluruh rakyat Indonesia masih dan harus terus mengalir di hati anak bangsa. Biarlah ketika kita mengingatnya bukan ucapan duka cita namun sebagai semangat untuk mau terus belajar.